Susahnya jadi extrovert

Wednesday, June 24, 2009

Baru merasakan klo misbah (katanya) extrovert
Ternyata susah juga jadi extrovert, tau kenapa? karena merasa menderita apabila tidak menceritakan apa yg terjadi pada dirinya kepada orang lain. Jadi, dengan kata lain, orang extrovert itu, punya kepuasan tersendiri apabila dia menceritakan apa yg terjadi pada dirinya kepada orang lain.

"Kalau gitu, ceritakan aja keadaan dirimu pada orang lain, gitu aja repot", iya sih, udah tau kalau itu, tapi masalahnya gak segampang itu, ada hal2 yang perlu kita simpan sendiri, ada hal2 yang bisa kita ceritakan pada orang lain.
"Ya kalau gitu, ceritakan aja yg perlu diceritakan, beres kan", sekali lagi benar sekali, tapi masalahnya, orang extrovert itu (setidaknya itu misbah, g tau kalau orang lain) ingin menceritakan semua hal yg ada pada dirinya kepada orang lain, tanpa lagi memilah mana yg perlu kita simpan dan mana yg boleh diceritakan ke orang lain, jadi kalau ada pemisahan 2 kategori tersebut, itu juga susah (baca:menderita), bagi orang extrovert yg ingin menceritakan semua hal.

Misbah juga aneh, kenapa ya misbah jadi seperti ini, apa ini ketularan sama saudarku tercinta :D (maaf tidak nyebutin nama :D , entar ada yang tersinggung) , padahal dulu2nya misbah itu, kalau nggak diajak ngomong, mana mau cerita ini dan itu, malah kebanyakan memendam semua cerita (kecuali pada ibu, yg lain nggak).
Semoga Allah memberikan kekuatan pada hambamu ini, amiin.

Read more...

Jakarta Oh, Jakarta... hooeekk

Thursday, May 28, 2009

Cahaya matahari menyentrong gerbong kereta, membuat catnya kusam seperti celana jeans yag belel. Roda-roda bersinya berputar jutaan kali, menggilas dua ekor laba-laba yang sedang senggama, memipihkan dua keping uag logam 1992 yang hendak dijadikan cincin oleh seorang gelandangan, memuncratkan air seni dari dalam botol mineral kemudian menampar wajah lelaki yang subuh tadi berrteriak girang karena satu ton bawangnya ludes terjual.

Kereta itu pengap. Kipas anginya rusak. Di gerbong pertama seorang wanita mendekati bapak berkumis bertampang alim. Ia menggerakkan alis, meminta tolong ketika seorang lelaki kurus, berambut bau tengik menyilet tasnya. Di gerbong kedua seorang anak jongkok melamun di antara kangkangan kaki mahasiswa teknik kimia yang berbadan tegap. Sementara itu, di dekat toilet yang berbau bacin, Nizar menggenggam pipa panjang yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan. Ia merasa mual, hampir tak mampu menahan desakan bubur ayam yang sudah sampai di esophagusnya. Ia berusaha mensugesti, merapal-rapal kata-kata, "Kuat kuat kuat". Sewaktu kata kuat dirasakannya tak mempan ia mensugesti dengan kata, "Lupa, lupa, lupa" Ditambah, "Sebentar lagi sampai, sebentar lagi sampai. Tahan, tahan, tahan!"

Kereta sebentar lagi sampai di stasiun. Stasiun yag ruwet, hampir sesesak gerbong kereta waktu orang-orang berangkat kerja. Sepuluh menit kemudian kereta melambat. Gerbongnya mengendut-endut seperti tali layangan yang ditarik bocah. Kemudian kereta berhenti sama sekali. Nizar terdorong ke depan, terobang-ambing oleh desakan bahu penumpang. Ia menggumam syukur manakala sepatu kulit seharga tiga puluh lima ribu, yang ia beli di Pasar Baru, menyentuh lantai stasiun. Ia tidak tahu jika kulit sepatunya terkena tetesan oli.

Nizar menengok ke arah kiri gerbong. Ada selaksa hiruk pikuk di sana. Suara buk bak, bik buk terdengar berentetan seperti pertandingan tinju. Seorang lelaki kurus menggunakan celana jeans lusuh, disaksikannya terhuyung-huyung setelah dilempar dari dalam gerbong. Lelaki itu jatuh membentur tiang. Ada darah mengucur di telinga. Ia bangkit hendak berlari. Namun, kerumunan orang yang kesal membuat langkah kakinya terhalang. Setiap kali hendak berlari setiap kali itu pula orang-orang menghalanginya. Kaus bergambar Kurt Cobainnya robek, sementara singlet merek swan yang ia kenakan molor dibetot-betot seorang bapak. Tubuh lelaki itu ditawur belasan orang. Ia meringkuk, memeluk kepala menggunakan tangan, menahan bogem dan tendangan. Silet yang ia gunakan hilang entah kemana. Korban usaha pencopetan merasa kasihan mendengar lelaki itu berteriak kesakitan. "Auwh, akhw, uw!" Terlebih saat mendengar lelaki bau itu memohon, "ampun Om! Uh! ampun Om! Jangan dibakar Om!"

Jakarta! Nizar mendesah bertepatan dengan lenguh seorang lelaki yang selangkangannya disundul anak kecil di dalam gerbong kedua. Kereta berjalan. Bau sangit membumbung. Nizar berbalik. Ia tak ingin peristiwa itu mengganggu tidurnya.
Jakarta memang bukan tempat yang baru bagi Nizar. Hampir seumur hidupnya ia habiskan di sana. Tak ada yang aneh. Justru, yang aneh adalah rasa aman. Ia berjalan, terus berjalan, menyalipi hiruk pikuk. Baru saja Nizar keluar dari mulut stasiun, seorang anak berambut merah menghampirinya. Wajah anak itu terlihat cekung. Perutnya cembung. Tangannya burik. "minta duit buat makan," pintanya. Anak itu mengasongkan botol aqua yang sudah dikerat. "Laper Tante!"

Nizar teringat investigasi media massa yang diturunkan dalam bentuk feature. Kebanyakan pengemis cilik yang melakukan 'gerilya' di ruang publik, seperti lampu merah, trotoar, terminal dan stasiun diorganisir oleh jaringan raksasa, yang memanfaatkan anak-anak sebagai alat untuk mendapat keuntungan dari wujud belas kasihan.
"Tante!" anak itu menyadarkan lamunan Nizar.
"Apa?" Agresif sekali anak ini! Nizar mulai kesal.
"Minta uang! Buat beli Indomie Tante!"
Nizar memberi sekeping uang recehan.
Anak itu menolak. Ia meminta lebih.
"Cepek!? Masa segini!? Cuma dapet kerupuk doang!" jari anak itu membentuk 'v'. "Dua ribu Tante!"
"Gak ada! Sana minta sama yang laen!"
"Ogah!"
Kalau kecilnya seperti itu, bagaimana kalau sudah besar? Bisa-bisa jadi kebiasaan nantinya! Nizar bergegas. Ia berjalan cepat, meninggalkannya. Meski ada rasa was-was yang menggerogoti jiwanya, ia berusaha tak memperdulikan. Ia mengganggap apa yang dilakukannya sudah benar, bahwa tidak memberi merupakan usaha mendidik, agar kelak, si pengemis kecil tidak menjadikan ngemis sebagai profesi.

Nizar tidak tahu, pengemis kecil itu memandang sulur-sulur jilbabnya. Ia tidak tahu, jika hampir dua hari ini, si pengemis kecil tidak makan. Ia tidak tahu, jika saat ini, pengemis kecil itu bukan merupakan bagian dari jaringan raksasa yang tetakelnya menyebar di seluruh kota Jakarta. Ia tidak tahu, jika si pengemis kecil itu dipisahkan dari orang tuanya. Pengemis kecil itu diculik, lalu dipelihara selama dua tahun di Jakarta. Sialnya, beberapa bulan yang lalu orang yang selama ini menjamin kehidupannya, tewas dalam perkelahian di salah satu terminal paling angker di seluruh Nusantara.

Nizar tidak tahu, jika si pengemis kecil, kini sendiri. Ia tidak bisa makan, sebab uangnya diambil gali. Semalaman perutnya mendecit-decit minta diisi. Tak ada yang bisa dimakan kecuali mencicit seperti cecurut. Pengemis kecil gigit jari.

Jam tujuhan, pengemis kecil mendatangi kios masakan padang. Tak ada yang ia dapat selain dampratan. Lima menit kemudian, ia mendatangi warung tegal. Tak ada yang bisa ia makan selain menelan caci dan gebahan. Selanjutnya, ia masuk ke dalam warung indomie. Pengemis kecil itu diperbolehkan. Ia gembira, tetapi si pemilik warung tertawa, "situ boleh makan, asal punya duit dua rebuan!" Pengemis kecil kecewa, maka memintalah ia ke sana ke mari. Mendapat lima ratus ia kembali.
"Ini gopek! Beli indomie gopek aja gak papa?", Si ibu tertawa lagi.
"Mana ada indomie gopek?!" Ia mengambil usang lima ratus yang ada di tangan pengemis kecil.
"Sana! Cari seeribu lima ratus! Kalo udah dapet, balik ke sini!"
Pengemis kecil hampir menangis. Ia berusaha menahannya kuat-kuat. Ia berputar-putar di sekitar stasiun. Pagi ini riskinya seret. Yang didapatkan cuma tambahan seratus perak dari wanita berjilbab yang sebelumnya ia harap dari kejauhan. Pengemis kecil kelaparan. Ia tak tahu harus bagaimana lagi mencari makan. Ia bersandar di tiang. Ia belajar kabur dari kenyataan. Pengemis kecil terlelap di samping kaleng aica aibon milik gelandangan penghuni stasiun. Ia melupakan segalanya. Sejenak melupakan kebutuhan asasinya.

***

Siang itu, Nizar berada di kios foto copy stasiun. Paper yang ia jinjing harus digandakan sebelum nanti sore diserahkan ke bosnya. Seharusnya Nizar bisa menggandakannya di kantor, namun hari ini mesin foto copy rusak. Meminta batuan satpam? rasanya sungkan. Maklum, ia orang baru di kantornya. Sambil menunggu, Nizar makan rendang, sembari menghadap cermin di kios masakan padang. Melalui cermin itulah, Nizar melihat anak kecil yang pagi hari tadi, membuatnya kesal. Jika pagi tadi Nizar merasa was-was, siang ini tidak. Ia tidak menyesal hanya memberi uang seratus perak, bukannya memberi selembar uang seribuan, yang dipikirnya, bakal dipergunakan itu anak untuk mabuk lem.

Setelah bunyi srot srot srot sedotan yang menandakan air jeruknya habis, Nizar menyelesaikan pembayaran. Ia menuju kios photo copy dan mengeluarkan dua lembar uang lima ribuan. Baru saja, kantung plastik berisi poto copy paper setebal seratus halaman diterima, ia merasa roknya ditarik paksa. Nizar berbalik, menemukan pengemis kecil menengadahkan wajah. Tangan kiri pengemis kecil itu terulur.
"Tante minta duit Tante! Seribu lima ratus Tante"
Nizar mengelak. Ia berjalan cepat. Pengemis kecil itu memburunya.
"Lapar Tante. Beliin indomie Tante!"
Nizar tak peduli. Ia mempercepat langkah. Makin cepat, hingga tak sadar jika kecepatan kakinya sama degan kecepatan kaki jawara dua lomba jalan cepat HUT DKI Jakarta. Lima menit kemudian ia sampai di depan pintu kaca kantornya. Ia masuki ruang ber-AC. Merebahkan diri di kursi kerja yang baru seminggu menahan bobot pantatnya.
Sore hari, seluruh kerjaan Nizar untuk minggu ini usai dikerjakan. Keluar dari lift, menuruni tangga, jam digital yag menempel di manset lengan kanan dia, bergetar oleh radiasi gelombang elektromagnetik telepon selularnya.
"Holla?"
Wanita di seberang sana langsung mencecar, "Nie dimana?"
"Pocin! Baru keluar kantor."
"Malem ini jadi kan?"
"Ya iya lah. Btw, mau kemana sih?"
"Kemana aja lah! Pokoknya gue jemput di stasiun UI ya?" Tanpa dijawab pun, wanita itu tau kalau Nizar bakal mengatakan ya.
"Kayla?"
"Ya?"
"Kalau kadonya nyusul gak papa kan!?
Kayla tertawa, "Alah pake basabasi segala. Gua tau Lo kere!"
"Sialan!"
Tertawa lebih keras, "Gak usah pake kado-kadoan. Ditunggu di UI! Segera!"
"Siap Bos! Sepuluh menit lagi sampe. Bye!"
Telepon selular dimasukkan ke dalam tas. Nizar menuju stasiun. Di sore hari, saat asap langit Jakarta kembali diserbu timbal knalpot, sebuah kejadian datang menyambar gledek kesadarannya. Dari kejauhan Nizar melihat orang-orang berkerumun. Semua kepala menoleh ke satu arah. Ada dengung pembicaraan yang mengingatkan pada dengungan tawon. "Jangan-jangan!" Nafas Nizar memburu. Ia tembus ring-ring kerumunan. Terlalu rekat. Nizar mengalah. Di dekat pilar penyangga atap stasiun, ia mendapati seorang ibu tertegun. Tatapan matanya kosong, kehilangan isi.
"Bu... ?" Sang ibu tersentak.
"Ada apa Bu?"
"I...i ...itu lo Mbak!" Ia menangis.
"Itu apa Bu?"
"Anak yang pagi tadi pagi minta indomie di warung saya... mati!
"Mati?"
"Bunuh diri pake baygon! Tu anak ngambil Baygon penjaga stasiun. Ditenggak Mbak?"
Ibu itu menggeleng-geleng.
"Nyesel! Nyeseeeeeeeeel! Gustiiiiii! Nyeseeeeeeeeel!!!" Si ibu berteriak sembari memegang pipinya sendiri. "Kalo tau kejadiannya begini, saya kasih indomie gratis Mbak." kemudian teriakan histeris keluar dari mulutnya.
"Ya Allooooh, ya Alloooooh ampun. Gustiiiiiiiiiiiii!"
Tubuh ibu itu melorot ke bawah. Ia menangis menutupi wajahnya. Jantung Nizar ditambur bertalu-talu. Ada rasa cekam mengerudunginya. Ada semacam kelam yang berusaha disangkalnya. "Jangan-jangan!" ia memaksa menembus kerumunan itu. Ia merangsek untuk memastikan. Betapa terkejutnya Nizar, ketika mendapati seorang anak lelaki tergeletak di atas lantai. Mulutnya meneteskan busa. Tubuhnya biru. Nizar pusing. Ia kehilangan keseimbangannya. Lalu... jatuh.
Tiga orang lelaki membopong tubuhnya keluar dari kerumunan. Seorang pencopet yang mengambil kesempatan dalam kesempitan, mencuri dompet wanita pingsan, dihajar massa. Lima menit kemudian Nizar siuman. Ia merasa pening. Tidak sampai di situ saja. Ia merasa hatinya kelu. Ia dihakimi fikirannya. Kenapa tadi pagi aku tak membelikannya makanan? Kenapa tadi pagi aku tidak mempercayainya. O malangnya. O sengsaranya. Nizar menangis, Jakarta oo Jakarta! Namun kemudian ia teringat janjinya. Ia memaksa diri berjalan menuju stasiun UI, sambil menyeka leleran air yang sudah sampai di pipi.

***

Lift berkapasitas maksimal dua ratus kilo gram itu membawa mereka menuju tingkat dua. Pintu lift terbuka. Permadani lembut warna merah marun membentang di seluruh ruangan, di seluruh lorong. Pintu bergagang stainless steel terbuka otomatis. Kamera pengawas bergerak. Ruangan semerbak oleh wangi roti, rempah-rempah dan juice buah-buahan yag segar. Alunan musik menetralisir rasa sumpek, orang-orang yang setiap hari merasai kacaunya Jakarta.

Nizar menghela nafas. Ia merasa rileks. Perasaan menjadi semakin baik semenjak ia masuk ke dalam mobil Kayla. Di perjalanan itu, di dalam mobil yang menjadi padat oleh teman-teman wanitanya yang bertubuh padat juga, Nizar mendengar tawa, melihat lipstick yang melekat pada bibir yang menantang, mencium wangi parfum kendaraan bercampur parfum tubuh yang melenakan. Tapi, ia belum bisa melupakan. Ia terus membandingkan keadaannya dengan yang dialami pengemis kecil yang mati di luar sana.
O' di balik kaca bening itu Nizar tenggelam di dalam dirinya. Ia terseret ke dalam palung lamunan. Jiwanya masih terseret peristiwa tragis yang terjadi di stasiun Pondok Cina. Jiwanya masih singgah di luar sana.
O' Nizar teringat raunga histeris pemilik warung indomie. Alangkah menyedihkan. Alahkah meresahkan. O ia teringat cuplikan-cuplikan berita di media massa yang telah menghegemoni, membujuk dia untuk memukul rata bahwa semua yang ada di jalanan, sama.
"Nie!" sebuah teguran dari balik kemudi berusaha membantunya
Nizar tergeragap. "Dari tadi diem aja?"
Nizar menggeleng kepala. Tersenyum hambar, berusaha memupur wajahnya dengan senyuman.
"Cerita dong Nie?" desak Kayla sembari menekan kopling, memasukan gigi tiga.
"Gak apa-apa."
Bukannya Nizar tak mau bercerita. Bukannya ia tak mau berbagi. Ia tidak mau kemurungan yang ada di dalam hatinya menular, di hari yang seharusnya membuat Kayla, pengemudi mobil itu bahagia. Hari ini ia tak mau merusak semuanya. Ia harus merepresi perasaannya.

***

Teman-temannya sudah memesan makanan, sementara Kayla melihat, belum satu menu pun yang dipilih Nizar.
Nizar melamun. Kertas tebal berisi menu makanan itu menghalangi tatapan teman-temannya.
Kayla mengingatkan, "Nie pesen apa?"
Nizar tergeragap. Ia memaksa diri untuk memperhatikan menu makanan. Ada desert ada dinner... Ia memilih salah satu di antaranya. Ada minuman yang memabukkan. Ada sari buah-buahan yang menyegarkan. Ia memilih air mineral.
Kayla mencoret pesanan yang Nizar terakan di nota, "Minumnya jangan yang biasa-biasa aja dong!"
Dipilihnya minuman yang ia rasa bakal membuat lidah Nizar menjulur-julur hingga New Zealand. Juice buah kiwi. "Supaya kulitmu halus," tambahnya, bercanda.
Saat semua pesanan dihidangkan di meja. Nizar didaulat untuk memimpin doa sebelum bersantap. Didoakannya agar tahun menambah kedewasaan pemilik acara, Kayla Didoakannya agar tahun yang tersisa membawa berkah dan kebajikan untuk semua. Amin. Amin. Amin. Di atas meja berdentang-dentanglah bunyi peralatan makan.
Sejam berlalu, obrolan yang semula mengalir dalam satu aliran besar pembicaraan, kini sambung menyambung, berkelok-kelok menjadi meander pembicaraan yang sukar dirunut ujung pangkalnya.
Dua jam berlalu, ada penambahan menu makanan dan minuman. Jika mulut semangat, perut perlu asupan yang setara, dan kerongkongan perlu pelumas yag tak sekedar tegukan ludah semata.
Di tengah melimpahnya makanan dan minuman, aliran sungai pembicaraan makin menganak. Ada kegembiraan, ada kebahagiaan yag diawali dari teka teki, tawa dan celetukan.
"Orang Indonesia itu aneh!" Kata teman Nizar.
"Aneh kenapa?"
"Kalau lapar galak kalau kenyang bego!"
Semua tertawa gak gak! Nizar pun demikian. Ia menganggap sudah bisa melupakan peristiwa tragis yang dialaminya sore tadi.
Jam menunjukkan waktu penghabisan. Saat suasana ceria berubah menjadi stagnan, semua yang berkumpul merasa perlu perubahan untuk kembali menyegarkan. Maka, dipilihlah ajojing ria di lantai disco. Namun, Kayla sang empunya acara menyadari, bahwa Nizar tak mungkin memufakati usulan teman-temannya, maka pantai-lah yang dijadikan pengalihan. Mereka merapikan pakaian. Tiga orang masuk ke dalam toilet, menata kosmetiknya yang luntur. Nizar tak melakukan itu. Ia hanya perlu mengusap bibir yang dirasakan terlalu mengkilat. Ia memilih untuk mengantar Kayla. Sampai di depan meja yang terbuat dari marmer hitam, kasir restaurant tersernyum.
"Meja berapa Mbak?"
Meski Nizar bukan seorang pendendam ia membalas senyuman yang dilampirkan padanya, "Tiga belas" katanya.
"Sebentar..." ketak-ketik jemari kasir terdengar. Kayla mengambil brosur. Sementara Nizar merogoh dompet yang ada di dalam tas.
Pikirnya, siapa tahu kurang.
Perhitungan selesai. Kasir lupa jika layar digital ditekuk ke sebelah kanan, konsumen tak bisa melihatnya. Kasir merobek kertas tagihan dan menyerahkannya pada wanita di samping Nizar. Kayla, menatap tagihan yang ada di tangan. Ia membuka dompet. Melongok uang yang ada di dalamnya. Ada tiga lembar uang seratus ribuan. Ia mengurungkan, kemudian mengambil kartu kredit dan menyerahkannya pada kasir.
"Berapa Kayl?" Nizar bertanya, sambil mengeluarkan dompet. "Kalau tidak ada uang cash biar kutambahkan," tambahnya.
"Dua empat." Kayla tersenyum. "Dua juta empat ratus ribu" wajah Kayla terlihat santai. Sangat-sangat santai.
Bulu kuduk Nizar tiba-tiba meremang, Ia memastikan "Berapa?"
"Dua juta empat ratus ribu, sayaaang," Kayla tersenyum. Ia berpaling saat kasir menyerahkan kartu kreditnya.
Nizar tercekat. Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang mendesak dari dalam perutnya. Ia melangkah menjauhi Kayla.
"Nie kenapa?" Kayla berbalik, setengah berteriak. Ia melihat Nizar melambaikan tangan tanpa membalikkan tubuhnya. Jalannya semakin cepat, setengah berlari. Sesuatu yang ada di dalam perutnya seperti ingin menyeruak. Di bawah papan lampu bertuliskan ladies, Nizar menubruk seorang temannya. Nizar menutup mulut.
"Nie kenapa?!" tanyanya.
Nizar tak mendengar. Ia masuk dan mendobrak pintu toilet. Dua orang temannya yang tengah memperbaiki alis dan maskara terkejut. "Nie ada apa?!" serempak mereka bertanya.
Nie tak menjawab. Beberapa detik kemudian, sebuah suara menggelegak terdengar. Ada lava yang merayap di kerongkongannya. Leher Nie tegang. Tubuhnya melonjak lalu...
"Hoeeeeeeek! Hoeeeeeeek! Hoek!"
Nizar muntah. Tubuhnya lemas. Ia bersandar. Lunglai tak berdaya di hadapan mulut water closed. Air matanya tumpah ruah. Nizar terisak seperti kehilangan kesadaran akan lingkungan sekitarnya.
"Nie kenapa?!"
"Nie kenapa?!"
"Nie kenapa?!"
Sudah tiga oragg bertanya. Mereka tidak tahu, jika jiwa Nizar mengalami pendarahan hebat. Mereka tidak tahu sewaktu Kayla mengatakan dua juta empat ratus, Nizar teringat uang receh seratusan. Ia teringat stasiun Pondok Cina dan seorang pengemis kecil yang memaksanya untuk memberi uang seribu lima ratus. Saat parfum toilet masuk ke lubang penciumannya, Nizar tiba-tiba teringat wangi baygon yang menetes keluar dari mulut pengemis kecil yang malang. Ketika luber makanan bercampur asam lambung keluar dari perutnya, Nizar teringat kembali akan indomie yang memaksa pengemis kecil di Pondok Cina, menghiba.
"Ya Tuhan!" Isaknya.
Lalu... "Hoeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek!" berkepanjangan dan Nizar hilang kesadaran. Semaput.[divan semesta]

catatan:
tulisan ini pernah dimuat di "catatan sore KEPAL LOSARI" episode 04

Read more...

Bingung, seneng, biasa, atau apa ?

Tuesday, May 26, 2009

Misbah gak tau nih, ada apa, terkadang bingung, terkadang aneh, terkadang seneng (baca:gembira), terkadang merasa lucu... ah ga tau ah...., mo gimana...


Apa ini yang dinamakan...... kucing , lho kok kucing...? ah udah ah... tambah ngasal entar...

Read more...

Masak pertama kali (Gosong ?)

Tuesday, April 21, 2009

Sebenarnya bukan yang pertama kali dalam hidup misbah, tapi memang yang pertama kali masak di kosan yang sekarang. Dan untuk percobaan pertama, bisa dikatakan kurang berhasil, ya walaupun tidak layak untuk dikatakan gagal. Kenapa begitu, karena pada beberapa bagian berhasil dengan baik, tapi pada salah satu bagiannya "sedikit" gagal :). Bagian tersebut adalah memasak nasi, masak nasinya gosong (ya walaupun tidak gosong semua :D )

Jadi begini awal mulanya.....
Berawal dari masak air untuk membuat susu, airnya sengaja tidak banyak, agar masaknya cepat panas. Setelah kompor dihidupkan, misbah langsung beraktifitas didepan komputer, teman satu kontrakan juga pada sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Tanpa sadar, misbah lupa kalau sedang masak air, sehingga panci yang misbah gunakan untuk memasak air meleleh terkena panasnya api, Alhamdulillah tidak terjadi kebakaran. Misbah tersadar ketika kalim memberitahu kalau ternyata pancinya meleleh, sebenarnya kalim sudah mendengar bunyi seperti benda keras yang mau retak, tapi tidak tau dimana sumbernya, misbah pun mencium bau tidak enak, tapi misbah menyangka itu adalah bau yang berasal dari depan rumah, sehingga misbah menutup pintunya.
Misbah baru tersadar ketika kalim mengatakan (tepatnya memberikan tanda) kalau terjadi sesuatu yang buruk, yaitu pancinya rusak.

Akhirnya setelah kejadian itu, misbah berencana mengganti panci yang rusak. Malam harinya misbah dan kalim pergi ke sardo untuk menbeli panci baru, dan akhirnya kalim dan misbah membeli penggorengan (baca:wajan) beserta sutil (sutil bahasa indonesia bukan ya?). Keesokan harinya kalim belanja, mulai dari minyak goreng, bawang merah, bawang putih, tomat, lombok. Dan paginya misbah beserta kalim belanja lagi untuk beli lauk dan beras.

Setelah perlengkapan masak tersedia (ya walaupun dengan segala keterbatasannya) misbah dan kalim memulai acara memasak. Dengan dimulai memasak mie goreng (ya monggo kalau mau dikatakan itu hal yg mudah :D ), kalim masih sibuk mengupas bawang dan mengiris lombok beserta tomat. Misbah melanjutkannya dengan memasak telor ceplok (monggo klo modikatan ini juga mudah :D ), setelah itu kalim memotong kecil2 ikan yang dipindang, dan menggorengnya beserta bumbu2 yang telah diiris2 sebelumnya, setelah itu menggoreng tempe, semuanya masih berjalan sesuai rencana, hingga pada akhirnya memasak nasi (ini adalah bagian tersulit bagi kami, karena ini baru pertama kali dilakukan tanpa ditemani orang yang berpengalaman memasak nasi dengan kompor tanpa menggunakan panci kukus). Akhirnya sesuai dengan perkiraan kami, nasi gosong, misbah lupa untuk menyeting kompor dengan api kecil, sehingga nasi gosong dalam sekejab, untung saja kalim menyadari hal itu, dan akhirnya memberitahukannya pada misbah, karena misbah tau (baca:memperkirakan) kalau nasi belum masak, maka misbah menambahkan air, dan mengaduk nasi tersebut (dengan harapan nasinya akan baik2 saja :D ). Setelah beberapa waktu nasinya masak, yah walaupun warnanya kecoklat-coklatan, tapi Alhamdulillah masih berasa nasi :D . Akhirnya nasi itu misbah santap beserta lauk yang dibuat oleh kalim, dan ternyata lauk yang dimasak kalim luar biasa (cocok dengan lidah misbah yang suka pedas :) ). Setelah misbah makan siang (karena menu untuk sarapan pagi adalah, mie instan dan telor ceplok), nasi yang masih ada dimakan oleh kalim, dan Alhamdulillah kalim juga suka (ya kalau bisa dikatakan tidak menolak nasi yang misbah masak :) ).

Yah itulah pengalaman pertama misbah... dan karena mengalami kegagalan kecil maka misbah menceritakan kejadian ini pada orang rumah (baca: mbak di jember) dan akhirnya orang rumah telepon ngasih saran ini dan itu, semoga project (baca: masak) selanjutnya akan berjalan lancar.

(Doakan ya... :D )

Read more...

Iseng-iseng nemu game online

Saturday, April 18, 2009

Pas misbah iseng cari data tracker yang hilang dari torrent yang misbah download di google, tanpa sadar (gimana ya kalau ga sadar, tapi bisa browsing :) ) misbah menemukan situs game flash yg mudah banget mainnya, kita tinggal pilih musuh kita, lalu klik tarung, udah, abis gitu tinggal nunggu aja, soalnya tarungnya otomatis, tiap hari dijatah 3 pertarungan (tetapi diawal daftar 6 pertarungan). G perlu nyeting-nyeting lagi, status otomatis disetingkan baik saat naik level atau stat awal, kita hanya milih karakter apa yang cocok. Bonus senjata otomatis diberi, dan juga bonus kekuatan.

Tertarik ? Bisa kunjungi situs ini My Brute (settle up your differences in the arena!)

Kalian bisa ajak temen-temen yang lain, selamat bermain (ingat waktu ya :) )

Read more...

Apakah Islam Dulu Penjajah?

Friday, April 17, 2009

Assalamu''alaikum wr.wb

Begini ustadz, dahulu Islam pernah berjaya selama 300 tahun di bawah satu kekhalifahan, hingga populer dengan sebutan " 3 ABAD KEEMASAN."Islam berhasil menakhlukkan Mesir, Persia, dan Romawi yang merupakan imperium raksasa.

Bahkan sampai ke Andalusia (Spanyol ). Nah seperti apakah cara Islam waktu itu dalam menakhlukkan (menguasai ) negara - negara tersebut? Mengingat kata " Menakhlukkan " atau " Menguasai " kok konotasinya negatif.

Terus bagaimanakah keadaan daerah takhlukanIslam waktu itu?

Jazakumullah khoiron katsiron

jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sebenarnya ada hal perlu sedikit dikoreksi sebelum kami menjawab masalah ini. Kejayaan Islam itu bukan hanya 3 abad. Dari mana dapat ungkapan pelecehan sepeti itu?

Sejarah dunia mengakui bahwa peradaban Islam itu berjaya dan unggul dibandingkan peradaban barat selama 14 abad tanpa terputus. Sejak diangkatnya nabi Muhammad SAW menjadi rasul di tahun 611 hingga tahun 1924 Masehi.

Memang pusat peradabannya sempat berpindah berkali-kali. Awalnya berpusat di Madinah, lalu boyong ke Damaskus, Syiria. Pindah lagi ke Baghdad, dan sempat pula punya pusat peradaban di Spanyol, Eropa.

Saat Baghdad kemudian diratakan dengan tanah oleh bangsa Mongol, tiba-tiba muncul imperium terbesar dan terlama sepanjang sejarah, Khilafah Turki Utsmani. Bahkan para khalifahnya berhasil membebaskan kota Byzantium yang dulunya menjadi pusat kepemimpinan bangsa-bangsa Eropa.

Sejak itu bangsa Eropa terutama di bagian Timur sudah mengenal Islam, sebagian lainnya malah sudah memeluk agama ini. Dan khilafah Turki Utsmani masih tetap berlangsung secara de facto dan de jure hingga ditumbangkan oleh para kader yahudi yang tetap secara formal memeluk Islam. Itu terjadi sudah di abad 20, tepatnya pada tahun 1924.

Jadi ungkapan bahwa kejayaan Islam yang cuma 3 abad sebenanya boleh dibilang agak mengada-ada, tapi bertentangan dengan fakta.

Penaklukan atau Pembebasan?

Istilah penaklukan memang bisa berdampak psikologis yang berbeda. Di satu sisi mengesankan kegagahan, tapi kalau dipandang dari sisi lainnya. malah bisa ditafsirkan sebagai menampakkan kekejaman.

Jadi semua akan kembali kepada dari mana kita memandangnya.

Ini sebenarnya hanya permasalahan rasa bahasa saja. Sebab dalam bahasa Arabnya, justru yang banyak dipakai bukan penaklukan, melainkan al-fathu. Istilah itu dalam kamus berasal dari kata: fataha yaftahu yang artinya membuka.

Sering pula kemudian diterjemahkan menjadi pembebasan. Agaknya istilah ini lebih representatif buat ukuran zaman dan situasi sekarang ini. Karena kesan yang muncul bahwa Islam membebaskan manusia dari kungkungan kezaliman, kebodohan, kejahilan dan ketidak-tahuan atas kekuasaan Allah SWT.

Islamisasi = Modernisasi

Kalau kita jujur dengan sejarah, atau setidaknya kalau kita baca para ahli sejarah yang jujur, sebenarnya ketika Islam mencapai puncak peradabannya, tidak ada pihak yang dirugikan.

Sebaliknya, justru Eropa malah berhutang budi kepada dunia Islam. Seandainya tidak ada peradaban Islam yang menjaga keutuhan warisan ilmu pengetahuan Eropa kuno, boleh jadi banga Eropa tidak mengenal sejarah nenek moyang mereka.

Naskah berharga para ilmuwan barat purba semacam Socrates, Aristoteles dan Plato, tidak dikenal oleh umat manusia, kecuali dalam bahasa Arab. Umat Islam pada saat itu menterjemahkan naskah-naskah ke dalam bahasa Arab.

Peradaban Barat Untung Besar Kedatangan Islam

Sebelum mengenal peradaban Islam, keadaan negeri-negeri Barat sungguh memprihatinkan. Dalam buku Sejarah Umum karya Lavis dan Rambon dijelaskan bahwa Inggris Anglo-Saxon pada abad ke-7 M hingga sesudah abad ke-10 M merupakan negeri yang tandus, terisolir, kumuh, dan liar.

Tempat kediaman dan keamanan manusia tidak lebih baik daripada hewan. Eropa masih penuh dengan hutan-hutan belantara. Mereka tidak mengenal kebersihan. Kotoran hewan dan sampah dapur dibuang di depan rumah sehingga menyebarkan bau-bau busuk. Dan kota terbesar di Eropa penduduk-nya tidak lebih dari 25.000 orang.

Jauh berbeda dengan keadaan kota-kota besar Islam pada waktu yang sama. Seperti di kota Cordoba, ibukota Andalus di Spanyol. Cordoba dikelilingi taman-taman hijau. Penduduknya lebih dari satu juta jiwa. Terdapat 900 tempat pemandian, 283.000 rumah penduduk, 80.000 gedung-gedung, 600 masjid, 50 rumah sakit, dan 80 sekolah. Semua penduduknya terpelajar. Karena orang-orang miskin pun menuntut ilmu secara cuma-cuma.

Selain ketinggian peradaban Islam, para ilmuwan Muslim juga punya peran besar dalam memajukan ilmu pengetahuan dunia.

Dalam bidang kedokteran ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes [864-930 M]) yang dikenal sebagai ''dokter Muslim terbesar''. Peradaban Islam juga punya pakar kedokteran lainnya seperti Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037 M]).

Ilmu kimia lahir dan dibesarkan di dunia Islam. Siapa tidak kenal Jabir Ibnu Hayyan yang meninggal tahun 803 M. Oleh ilmuwan barat modern yang jujur, sosok beliau disebut sebagai Bapak Kimia.

Dunia modern sekarang ini tidak pernah mengenal hitungan matematika atau Algoritma, kalau tidak ada ahli matematika Muslim bernama Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi (770-840 M).

Bahkan dunia tidak pernah mengenal pengkodean digital yang terdiri dari angka nol (0) dan satu (1), kalau bukan karena jasa peradaban Islam. Karena umat Islam adalah penemu angka nol, setelah sebelumnya bangsa Romawi menuliskan angka dengan balok-balok yang sangat tidak praktis.

Bukan Penaklukan Tapi Pembangunan Peradaban

Berbeda dengan terminologi perang di kalangan bangsa barat yang identik dengan darah, luka dan nestapa. Pelebaran peradaban negeri Islam justru untuk menghidupkan manusia bukan untuk memusnahkan.

Ketika peradaban besar itu dihadapi oleh para rezim yang takut kehilangan tahtanya dengan sabetan pedang dan tikaman belati, maka umat Islam mempertahankan diri sewajarnya.

Kalau pun para diktator dunia itu mengerahkan pasukan sakit hati untuk menyerang peradaban Islam, sangat wajar bila peradaban Islam menjaga dan melindungi dirinya.

Tidaklah para diktator dunia itu memusuhi peradaban besar Islam, kecuali mereka memang sakit melihat begitu banyak rakyatnya yang masuk Islam. Padahal rakyat itu masuk Islam secara sukarela, karena Islam tidak mengenal pemaksaan, apalagi ancaman.

Namun para diktator dunia itu tahu, Islam punya sistem yang jauh lebih baik untuk memanusiakan manusia. Kalau Islam sebagai agama sampai dipeluk oleh rakyat, maka tirani yang sudah mereka bangun turun temurun dikhawatirkan akan terancam. Sebab para raja itu terbiasa memperbudak manusia, memeras mereka dengan pajak yang mencekik, berbuat sekehendak hati, melecehkan perempuan, menginjak-injak harga diri dan kemanusiaan.

Jadi kalau sampai pernah ada perang, yang terjadi adalah para diktator dunia itu tidak ikhlas kalau Islam banyak dipeluk orang, lalu mereka menyerang secara militer, dan kekuatan umat Islam bertahan membela diri. Itulah yang terjadi sebenarnya.

Peran Orientalis Jahat

Sayangnya, oleh para orientalis jahat, semua fakta itu diputar balik. Alih-alih mengakui Islam memberikan sumbangan besar pada dunia ilmu pengetahuan, mereka malah menuduh Islam harus darah, suka peperangan, sadis dan menerapkan hukum rimba.

Dan karena upaya penyesatan ini menjadi misi penting, para konglomerat dunia rela merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk mendirikan pusat studi Islam di Amerika dan Eropa. Para pemuda dan mahasiswa muslim dari seluruh penjuru dunia Islam akan dimanjakan dan diiming-imingi gelar kesarjanaan, kecendekiawanan, dan bejibun gelar lainnya, kalau mau jadi murid.

Dari Indonesia, ada ribuan mahasiwa muslim yang belajar ke pusat studi di Amerika dan Eropa. Judulnya sih keren, belajar Islam. Tapi ada yang aneh. Belajar Islam kok ke Eropa dan Amerika? Lalu yang jadi guru siapa?

Ternyata yang jadi guru tidak lain adalah para rahib dan pendeta, baik yang masih mengaku keturunan yahudi dan nasrani, atau pun yang sudah terang-terangan mengaku atheis.

La ilaha illallah, kok mau-maunya anak-anak mahasiswa itu mengaji kepada orang yahudi yang tidak pernah mandi janabah dan wajahnya tidak pernah terkena air wudhu''?

Ternyata selain iming-iming bea siswa dan hidup enak di luar negeri, mereka pun diangkat kedudukannya, dipuji setinggi langit sebagai muslim modern, plus janji mendapat jabatan tinggi di Indonesia sepulang dari cuci otak.

Orientalis Jujur

Namun selain orientalis jahat, ternyata ada juga sebagian kecil yang agak jujur dan baik serta objektif saat membuat penilaian. Sejarawan Barat beraliran konservatif, W. Montgomery Watt dalam bukunya Sejarah Islam di Spanyol, mencoba meluruskan persepsi keliru para orientalis Barat yang menilai umat Islam sebagai yang suka berperang.

Menurutnya, “Mereka (para orientalis) umumnya mengalami mispersepsi dalam memahami jihad umat Islam. Seolah-olah seorang muslim hanya memberi dua tawaran bagi musuhnya, yaitu antara Islam dan pedang.

Padahal, bagi pemeluk agama lain, termasuk ahli kitab, mereka bisa saja tidak masuk Islam meski tetap dilindungi oleh suatu pemerintahan Islam.”

Itulah yang terjadi sepanjang perjalanan sejarah masuknya Islam ke Spanyol. Islam, tak hanya masuk dengan damai, namun dengan cepat menyebar dan membangun peradaban tinggi hingga mencapai puncak kejayaannya. Kota-kota terkemuka Spanyol seperti Andalusia dan Cordova, menjadi center of excellent peradaban dunia.

Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

sumber :dari mas arief yang forward milis PKS terus cari halaman website nya akhirnya menemukan alamat ini http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1209362906

Read more...

Hidup dibawah ancaman

Monday, April 13, 2009


apakah hidup itu harus diancam ?
apakah hidup harus dibawah tekanan ?
apakah manusia tidak memiliki kesadaran ?
apakah tidak ada cara lain untuk mencapai tujuan ?
apakah tidak ada cara yang lebih menyenangkan ?

Pertanyaan diatas muncul karena mendengar tetangga depan kontrakan yang mendidik anaknya dengan cara MENGANCAM. Mengapa misbah mengatakan itu karena dalam percakapan seorang ibu terhadap anak-anaknya terdengar (dengan jelas) seperti ini : "Awasya kalau nanti tidak belajar sepulang sekolah..., awasya kalau dalam mengerjakan soal kamu...."


Apakah cara tersebut merupakan cara yang tepat untuk anak seusia mereka (saat ini usia tetangga misbah sekitar 7-10 tahun, ya walaupun misbah juga tidak mengatakan bahwa usia diatas mereka merupakan cara yang tepat), ataukah cara ini ditempuh karena mereka pernah mencoba cara yang lain dan terbukti gagal, atau apakah memang mereka beranggapan bahwa ini adalah cara terbaik ? Ingin rasanya berdiskusi dengan mereka (orang tua yang mendidik anaknya dengan cara tersebut) mengingat mereka adalah orang tua yang berpendidikan (ibunya seorang guru, dan bapaknya seorang dosen) adalah orang-orang yang saya rasa memiliki pengetahuan lebih dalam mendidik anak, dimana mereka berhadapan dengan siswa yang tentunya mereka didik. Rasanya ingin bertanya, apakah mereka menggunakan metode yang sama dalam mendidik anak didik mereka dibangku sekolah atau dibangku kuliah ? ataukah metode ini hanya diberlakukan dirumah saja, kalau ternyata hanya dilakukan dirumah saja, mengapa mereka melakukan ini hanya dirumah saja, apakah cara ini hanya cocok buat anak-anak mereka, apakah cara tersebut tidak cocok buat anak didik mereka disekolah, ataukah metode seperti ini tidak dibenarkan dalam sistem pendidikan kita, kalau memang iya, kenapa metode ini diterapkan pada anak-anak mereka, ataukah mereka beranggapan bahwa sistem sekarang tidak menghasilkan anak didik yang tepat sehingga mereka menempuh jalan lain yaitu dengan cara mengancam, seperti yang mereka lakukan saat ini, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang ingin misbah ajukan.

Tapi semua itu hanyalah keinginan, kenapa....? kenapa tidak tanyakan saja? apakah ada larangan bertanya? apakah takut akan sesuatu....
Ya... banyak tembok-tembok maya yang menghalangi misbah untuk mendiskusikan hal ini, banyak pagar-pagar tak terlihat yang merintangi misbah untuk tidak menanyakannya. Ah itu hanya alasan misbah saja... bilang saja kalau misbah takut untuk bertanya, bilang saja misbah tidak berani mendiskusikannya, ya... mungkin itu bisa benar, mungkin juga tidak..., mungkin misbah sedang mencari cara yang tepat, misbah ingin diskusi ini berakhir dengan solusi, misbah ingin solusi yang tepat yang nantinya mereka dapat terapkan pada dunia pendidikan baik anak-anak mereka atau anak-anak didik mereka. Misbah tidak ingin berakhir dengan percekcokan, misbah tidak ingin berakhir dengan pertengkaran, jadi intinya lagi menata diri, dan mencari saat yang tepat untuk berdiskusi.

Ya, sambil menunggu hal itu terjadi, misbah tuliskan saja kejadian pagi ini, dimana pertanyaan diatas muncul dari percakapan yang terdengar dengan jelas, yang sumbernya dari tetangga depan kontrakan misbah, dan tentunya ingin didiskusikan dengan teman-teman sekalian, dengan harapan dapat mengetahui pendapat teman-teman, atau mungkin dapat memberikan nasehat kepada misbah bagaimana berdiskusi yang baik, bagaimana memulai perbincangan dengan orang yang lebih tua dari kita, yang memiliki posisi sebagai pelaku pendidikan, dll.

malang, ruang depan kontrakan

Read more...

indonesia melawan jepang

Tuesday, April 07, 2009


Seorang pelatih team nasional sepak bola PSSI ditanya lewat telepon oleh Wakil Presiden saat pertandingan persahabatan melawan team nasional Jepang.

Wakil : "Bagaimana hasil pertandingannya...?"

Pelatih: "Memang harus jujur diakui,team kita kalah kelasnya dengan team Jepang yang juga memang langganan piala dunia."

Wakil : "Berapa skor saat ini....?"

Pelatih: "Kedudukan 3-0 buat team Jepang."

Wakil : "Syukurlah,meskipun demikian itu berarti juga ada kemajuan yang pesat team PSSI cuma kalah 3-0 dengan team Jepang yang menang segalanya dari kita."

Pelatih: "Tapi Pak,ini pertandingan baru berjalan 5 menit.

Wakil : "...!!@#$$^....."

sumber:dari temen chat di YM.

Read more...

About This Blog

Blog ini berisikan semua tulisan, baik dari misbah atau dari sumber lain. Isinya segala hal yang ingin diinfokan kepada teman-teman yang lain.
Selamat menikmati, dan terimakasih telah berkunjung ke blog misbah.

Recent Posts

  © Blogger template Cumulus by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP